HomeProfil AnggotaAde Komarudin

Ade Komarudin

ADE KOMARUDIN

Informasi pribadi
Tempat Lahir Purwakarta
Tanggal Lahir 20/05/1965
Informasi Jabatan
Partai Golkar
Dapil Jawa Barat VII
Komisi IX – Tenaga Kerja & Transmigrasi, Kependudukan, Kesehatan

Latar Belakang

Drs. Ade Komarudin, MH merupakan salah satu politikus senior yang telah menjabat sebagai Anggota DPR-RI selama empat periode berturut-turut. Pria kelahiran Purwakarta tanggal 20 Mei 1965 ini sejak tahun 1997 telah berhasil duduk di kursi DPR-RI hingga tahun 2014. Mengawali karir politik dengan bergabung menjadi anggota partai Golongan Karya, karir politik Ade Komarudin terus menanjak. Ade Komarudin yang merupakan alumnus Universitas Islam Negeri Jakarta ini di satu periode waktu pernah menjabat menjadi wakil sekretaris jenderal di dua organisasi kepemudaan yang berbeda, yakni Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sejak tahun 1993 hingga tahun 1998.

Pada tahun 2010, Ade Komarudin melakukan langkah besarnya dalam karirnya dengan maju turut serta dalam bursa pemilihan ketua umum Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia atau SOKSI. Kendati saat itu Ade Komarudin mencalonkan dirinya dalam pemilihan tanpa didampingi adanya tim sukses, namun dirinya telah mendapat banyak dukungan kuat dari sejumlah pengurus SOKSI di daerah. Selain mendapat dukungan dari beberapa tokoh didaerah, Ade Komarudin juga memperoleh dukungan dari sejumlah tokoh Partai Golkar, seperti Akbar Tandjung. Setelah melalui proses pemilihan yang panjang, Ade Komarudin berhasil keluar sebagai pemenang.

Tetapi pada 12 Juni 2014, Ade Komarudin dipecat sebagai Ketua Umum SOKSI oleh pendiri SOKSI sendiri, Prof. Suhardiman karena tindak indisipliner mengumumkan deklarasi dukungan kepada pasangan Prabowo-Hatta tanpa persetujuan pada Pilpres 2014 kemarin. (sumber)

Pada masa kerja 2014-2019 Ade adalah Ketua Fraksi Golkar di DPR.  Pada 18 Desember 2015, Ade dilantik menjadi Ketua DPR-RI menggantikan Setya Novanto yang mengundurkan diri karena kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait negosiasi perpanjangan kontrak kerja PT.Freeport Indonesia (Kasus ‘Papa Minta Saham’). 

Pendidikan

SLTA, SMA Negeri 2, Purwakarta (1984)

S1, Universitas Negeri Islam, Jakarta (1990)

S2, Magister Hukum, Universitas Pajajaran, Bandung (2007)

Kandidat Doktor Hukum Bisnis, Universitas Pajajaran Bandung (2007 – sekarang)

Perjalanan Politik

Ade Komarudin adalah seorang politikus senior dan memulai perjalanan politiknya dengan aktif bergabung di organisasi sayap Partai Golkar.  Ade sempat menjadi Wakil Sekretaris Jendral di dua organisasi sayap pemuda Partai Golkar yaitu Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) periode1993-1998. 

Sejak 1997, Ade Komarudin sudah berkiprah di DPR-RI dan sempat menjabat menjadi Wakil Fraksi Partai Golkar DPR-RI di 2003.  Di tahun 2005, Ade Komarudin bergabung di organisasi sayap Partai Golkar lainnya, Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI).  Di tahun 2010 menjabat sebagai Ketua Umum SOKSI sampai dengan pemecatan beliau di 2014. Pada masa kerja 2014-2019, Ade dipercaya menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Pada 18 Desember 2015, Ade dilantik menjadi Ketua DPR-RI menggantikan Setya Novanto yang mengundurkan diri karena kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait negosiasi perpanjangan kontrak kerja PT.Freeport Indonesia (Kasus ‘Papa Minta Saham’).

Program Kerja

Berencana membentuk Komisi Kepresidenan dan Dewan Nasional Usaha Mikro Kecil & Menengah kalau partai Golkar memenangkan Pemilu dan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie menjadi presiden.  Ade Komarudin mengusung penuh ide penggunaan sistim ‘electoral college’ ala Amerika Serikat untuk pemilihan presiden di 2014.

Tanggapan

Proyek Strategis Perpustakaan DPR

30 Maret 2016 – (SindoNews.com) – Ketua DPR Ade Komarudin‎ bersikeras memperjuangkan proyek pembangunan perpustakaan umum parlemen. Bahkan, Ade menegaskan akan pantang menyerah merealisasikan rencana yang berasal dari usul sejumlah akademisi itu.

Politikus Partai Golkar itu beranggapan usul pembangunan perpustakaan sangat baik. Salah satunya memperbaiki citra DPR selama ini. ‎”Saya pantang menyerah, kita perbaiki sama-sama dengan pimpinan fraksi dan teman-teman DPR lainnya,” kata Ade Komarudin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/3/2016).

Menurut dia, prokontra merupakan hal yang wajar, termasuk rencana pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara itu. “Misalnya soal saya mengurangi reses, jangan dipikir semua anggota setuju, enggak. Kunjungan ke luar negeri, banyak yang marah sama saya kok, saya enggak mau cerita saja,” tutur politikus Partai Golkar ini.

Rencana pembangunan perpustakaan parlemen diusulkan oleh sejumlah akademisi yang langsung bertemu dengan pemimpin DPR, beberapa waktu lalu.  Dalam perkembangannya, usul tersebut menjadi wacana dan menuai prokontra.

Sebelumnya, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, rencana pembangunan perpustakaan di DPR sebagai modus baru DPR

Sebabnya, niat DPR untuk membangun gedung baru dengan anggaran Rp570 miliar dan masuk APBN tahun 2016 banyak ditentang masyarakat, termasuk penolakan dari pemerintah yang akhirnya mengeluarkan kebijakan moratorium untuk pembangunan gedung.

“Tapi kali ini judul bukan lagi gedung baru, agar lebih intelektual diwacanakan DPR mau bangun perpustakaan termegah se-Asia agar mendapat dukungan dari publik,” ujar Uchok melalui rilis yang diterima Sindonews, Jumat 25 Maret 2016.  [sumber]

28 Maret 2016 – (Rimanews) – Proyek pembangunan perpustakaan parlemen terbesar se-Asia Tenggara menuai pro dan kontra. Ketua DPR RI Ade Komarudin (Akom) geram proyek perpustakaan DPR dibilang akal-akalan. Menurutnya, tidak ada alasan untuk merecoki usulan pembangunan yang disampaikan para cendikiawan itu.

“Saya percaya mereka (cendikiawan) lebih bijak dan ngerti tentang gimana cerdaskan bangsa, besarkan bangsa. Kelemahan mereka, tidak ada kemampuan lebih untuk mengaplikasikannya,” kata Akom di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/03/2016).

Politisi Partai Golkar itu menuturkan tidak ada masalah dalam anggaran yang disiapkan untuk pembangunan gedung DPR beserta perpustakaan. Karena itu ia tidak ingin ambil pusing jika proyek ini dianggap bermasalah.

“Kalau ada yang bilang akal-akalan silahkan aja. EGP (emang gua pikirin),” ujar Akom.

Namun, Akom mengatakan proyek perpustakaan ini belum disampaikan kepada seluruh fraksi yang ada di DPR. Alasannya, saat ini DPR tengah reses.

“Kan saat saya terima mereka (cendikiawan) pas reses. Nanti disampaikan ke BURT,” kata Akom.

Seperti diketahui, rencana proyek perpustakaan ini didukung oleh sejumlah cendikiawan, peneliti dan sastrawan. Sebut saja Ignas Kleden, Ayu Utami, Luthfi Assyaukanie, Ulil Abshar Abdalla, Ahmad Sahal, Nong Darol Mahmada, Guntur Romli dan kawan-kawannya.  [sumber]

Gagasan Tes Urine Narkoba untuk Anggota DPR

1 Maret 2016 – (Suara.com) – Ketua DPR dari Fraksi Golkar Ade Komaruddin menolak diadakan tes urine bagi anggota DPR. Tes yang merupakan bagian dari upaya memberantas narkoba di Senayan sebelumnya diinisiasi Fraksi PKS dan mengundang Badan Narkotika Nasional.

“Ngapain kita nyari kerjaan, dan anggaran negara lagi keluar. Pokoknya setiap yang punya masalah langsung diproses kalau perlu tes diatas tes urine,” kata Ade di DPR, Selasa (1/3/2016).
Menurut Ade dari 560 anggota kalau pun ada yang memakai narkoba, jumlahnya tak banyak sehingga tidak perlu semua anggota dewan menjalani tes urine.

‎”Kalau seluruhnya dites urine, saya yakin teman-teman di DPR sebagian besar tidak memakai. Mungkin satu dua. Sama seperti di masyarakat. Kalau begitu kan mubazir, anggaran negara untuk tes semua (anggota DPR),” katanya.

“Kalau semua yang tidak memakai lalu diduga memakai dan dites urine untuk apa?” tanyanya.

Keinginan untuk digelar tes urine menguat setelah beberapa waktu lalu, seorang anggota dewan diamankan TNI karena diduga terlibat kasus narkoba.  [sumber]

Perbaikan Standar Operasi dalam Menangani Kasus Teror

18 Januari 2016 – (KOMPAS.com) — Ketua DPR Ade Komarudin meminta Polri untuk memperbaiki prosedur standar operasi (standard operating procedur/SOP) dalam menangani kasus teror.

Menurut Ade, tidak seharusnya masyarakat berada di sekitar lokasi kejadian, apalagi saat terjadi aksi baku tembak antara petugas dan pelaku teror.

“Tidak boleh lagi terjadi di masa depan, masyarakat nonton saat terjadi pengejaran. Saya kira itu bukan tontonan,” kata Ade di Kompleks Parlemen, Senin (18/1/2016).

Aksi teror terjadi di kawasan sekitar Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016) lalu.

Pada saat kejadian, warga memang terlihat melihat aksi petugas ketika terlibat aksi baku tembak dengan sejumlah terduga teroris.

“Bahkan, bayangkan saja ada masyarakat yang asyik ber-selfieria,” kata politisi Golkar itu.

Ade menambahkan, perbaikan prosedur juga diperlukan untuk meminimalisasi timbulnya korban dari masyarakat.

Jangan sampai karena masyarakat ingin menonton langsung aksi baku tembak tersebut, mereka justru menjadi korban. (sumber)

Preferensi Anggota DPR Menjalani Tugasnya

15 Januari 2016 – (DetikNews) – DPR memiliki fungsi pengawasan yang dalam menjalankannya terdapat hak interpelasi, angket, hingga menyatakan pendapat. Fungsi inilah yang disebut Ketua DPR Ade Komarudin paling disenangi anggota dewan.

“Happy-nya anggota dewan ya fungsi pengawasan. Mengapa? Karena fungsi pengawasan lebih gampang, mengawasi itu lebih gampang, mengoreksi itu lebih gampang bahkan menyalahkan orang lain itu lebih gampang. Yang susah itu mencari solusi dan mengerjakannya,” kata Ade usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (15/1/2016).

Padahal DPR juga memiliki fungsi lain yakni legislasi dan anggaran. Ade berpendapat, ketiga fungsi yang dimiliki dewan harus seimbang.

“Pengawasan itu harus yang konstruktif, bukan destruktif. Pengawasan bukan untuk mencari-cari kesalahan, tetapi pengawasan itu justru untuk mencari solusi sama-sama yang terbaik dalam mengambil kebijakan yang terbaik,” imbuh Ade.

Dia juga menjanjikan hubungan eksekutif dan legislatif lebih harmonis. Jangan sampai membuat kegaduhan.

“Kita jangan gaduh supaya stabilitas politik terjaga dangan baik. Hubungan eksekutif dan legislatif terjaga dengan baik, check and balance terjaga dengan baik,” ujar dia.

Previous post
Wenny Haryanto
Next post
Dadang S Muchtar

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *