HomeTULISAN TENAGA AHLISekali Lagi Tentang Sistem Pemilu (Legislatif) untuk Pemilu Serentak 2019

Sekali Lagi Tentang Sistem Pemilu (Legislatif) untuk Pemilu Serentak 2019

Oleh: Zulfikar Arse Sadikin (Tenaga Ahli Fraksi Golkar DPR RI)

Foto: rumahpemilu.org
Foto: rumahpemilu.org

Pekan Lalu, Presiden Jokowi Telah Menandatangani Surat Presiden Tentang Pengajuan RUU Penyelenggaran Pemilu Sebagai RUU Usul Inisiatif Pemerintah. Kalau Semua Lancar, Pekan Ini DPR-RI Pasti Sudah Menerima Surat Presiden Tersebut.

RUU Penyelengggaran Pemilu Ini Akan Digunakan Untuk Pemilu Serentak 2019. Karena Pemilu 2019, Pemilu Serentak, Dalam RUU Ini Pemerintah  Menyatukan Semua Perundangan Pemilu Ke Dalam Satu Naskah Undang-Undang, Yaitu UU Penyelenggara Pemilu, UU Pemilu Legislatif, Dan UU Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden.

Salah Satu Isu Yang Menarik Dari RUU Penyelenggaran Pemilu Yang Diajukan Pemerintah Ini Adalah Tentang Sistem Pemilu. Mengapa, Karena Pemerintah Mengusulkan 3 (Tiga) Alternatif Untuk Sistem Pemilu (Legislatif) 2019, Yaitu Sistem Proporsional Tertutup, Sistem Proporsional Terbuka, Dan Sistem Proporsional Terbuka Terbatas.

Tulisan Ini Mencoba Menelaahnya Secara Singkat Terhadap 3 (Tiga) Sistem Tersebut. Dalam Rangka Menetapkan Pilihan Yang Akan Diambil Atas Sistem Pemilu Yang Ditawarkan.

Seperti Yang Kita Ketahui, Pemilu Indonesia Mulai 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, Selalu Menggunakan Sistem Proporsional, Yaitu Proporsional Representatif. Hal Ini Tentu Bukan Tanpa Kesengajaan. Pilihan Terhadap Proporsional untuk 11 Kali Pemilu, Menandakan Sekaligus Menegaskan, Hanya Sistem Proporsional Yang Mampu Mewadahi Konteks Indonesia Yang Plural Dan Pluralistik.

Keinginan Menggunakan Sistem Pemilu Yang Lain, Dalam Hal Ini Pemilu Campuran, Yaitu Sistem Paralel Maupun Mix Member Proporstional, Untuk Menjawab Kelemahan Sistem Proporsional Nampaknya Perlu Dipikir Ulang. Karena Pada Dasarnya Paralel Maupun Mix Member Proportional Berangkat Dari Semangat Majoritarian Yang Tidak Cocok Dengan Karakteristik Indonesia.

Dalam Rangka Konsolidasi Demokrasi, Dan Memperkokoh Bangunan Heterogenitas Bangsa Indonesia, Seharusnya Yang Dilakukan Adalah Semakin Memantapkan Sistem Proporsional Yang Telah Diterapkan Selama Ini.

Baik Proporsional Tertutup Maupun Proporsional Terbuka Sama Sama Pernah Diterapkan Dalam Pemilu Indonesia. Untuk Pemilu 2019 Mau Menetapkan Yang Mana, Tergantung Kepada Prioritas Yang Hendak Dicapai Ke Depan Berdasarkan Pengalaman Yang Telah Dirasakan.

Jika Ke Depan Kita Ingin Memperkuat Partai, Maka Proporsional Tertutup Bisa Menjadi Pilihan Yang Tepat. Namun, Jika Ke Depan Kita Ingin Memperkuat Kandidat, Maka Pilihan Yang Dapat Digunakan Adalah Proporsional Terbuka.

Secara Obyektif, Proporsional Tertutup Lebih Memudahkan Pemilih Menghadapi Pemilu Serentak 2019 Dan Lebih Memungkinkan Mencapai Tujuan Yang Diharapkan Dari Pemilu Serentak 2019, Yaitu Pemenang Eksekutif Juga Pemenang Legislatif.

Namun Demikian, Secara Subyektif, Proporsional Tertutup Ini Membutuhkan Sejumlah Kondisi Untuk Mengefektifkan Pemenangan, Yaitu:

– Elektabilitas Figur Capres/Ketum Harus Melebihi Elektabilitas Partai.

– Citra Dan Performa Partai Dimata Publik Harus Semakin Positif.

– Mesin Partai Sungguh Siap Untuk Digunakan.

– Partai Mampu Menggalang Dana Yang Dibutuhkan.

– Penetapan Caleg Harus Demokratis Dan Transparan.

Kalau Kondisi Tersebut Tidak Yakin Bisa Dipenuhi Oleh Partai, Maka Proporsional Terbuka Bisa Menjadi Jalan Keluar. Karena Proporsional Terbuka (Melalui Figur-Figur Yang Menjadi Caleg) Mampu Menutupi Ketidaktercapaian Kondisi-Kondisi Yang Diperlukan. Apalagi, Proporsional Terbuka Mampu Menghadirkan Legitimasi Yang Kuat, Yang Dibutuhkan Parlemen, Untuk Berhadapan Dengan Presiden Yang Dipilih Secara Langsung.

Adapun Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas Dihadirkan Untuk Memperbesar Kewenangan Partai Politik. Dalam Sistem Proporsional Terbuka Terbatas, Partai Politik Berhak Dan Berwenang Menentukan Nomor Urut Caleg. Dalam Pemungutan Suara, Masyarakat Bisa Memilih Tanda Gambar Partai Atau Nama Caleg Secara Khusus. Baik Suara Yang Diperoleh Partai Maupun Suara Yang Diperoleh Caleg Akan Dihitung Sebagai Perolehan Suara Partai. Keseluruhan Suara Partai Menentukan Berapa Kursi Yang Diraih Partai Politik. Jika Di Suatu Daerah Pemilihan Partai Politik Mendapatkan Tiga Kursi DPR-RI, Caleg Yang Terpilih Adalah Caleg Nomor Urut Satu, Dua, Dan Tiga, Walaupun Caleg Nomor Berikutnya Meraih Suara Terbanyak. Tegasnya, Kendati Masyarakat Bisa Memberikan Suara Kepada Caleg Pilihannya, Yang Terpilih Adalah Caleg-Caleg Sesuai Nomor Urut.

Meskipun Proporsioal Terbuka Terbatas Ini Merupakan Upaya Menjembatani Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Dan Terbuka. Tetapi, Sistem Proporsional Terbuka Terbatas Ini Ambigu. Kalau Sistem Ini Memberikan Kesempatan Kepada Masyarakat Untuk Ikut Menentukan Siapa Calegnya, Maka Keterpilihan Caleg Harus Didasarkan Kepada Suara Yang Diperoleh Caleg Dari Masyarakat, Bukan Oleh Partai.

Secara Prinsip, Sistem Ini Mirip Dengan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Yang Diterapkan Pada Pemilu 2004 Dan 2009. Namun Sistem Tersebut Dibatalkan Oleh Mahkamah Konstitusi, Karena Mahkamah Konstitusi Menilai Sistem Itu Inkonsisten Dalam Implementasinya. Menurut Mahkamah Konstitusi, Sekali Sistem Memberikan Ruang Masyarakat Untuk Memilih Calegnya, Maka Keterpilihan Caleg Harus Juga Ditentukan Oleh Suara Yang Diperolehnya, Bukan Oleh Nomor Urut.

Oleh Karena Itu, Sistem Proporsional Mana Yang Mau Dipilih, Silahkan Dikaji Lebih Lanjut.

Previous post
Golkar Tak Keberatan Ambang Batas Parlemen 7 %
Next post
Firman Soebagyo: Kalau Studi Banding ke Luar Negeri, Kami Dapat Masukan, Pulang Langsung Eksekusi

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *